Tahun
ini adalah sejarah dimana Indonesia dalam melaksanakan UN tidak bisa serentak.
Bisa dikatakan ini adalah UN terburuk yang saya temui seumur hidup saya.
Mungkin niat pemerintah memang benar; untuk meminimalisir terjadinya
kecurangan. Tapi caranya yang salah. Saya sebagai pelajar kelas sebelas saja
merasakan apa yang kakak-kakak kelas rasakan. Kasihan mereka, mereka juga
manusia. Dan sangat tidak pantas untuk dijadikan bahan percobaan. 20 varian
soal itu menunjukkan kurang cerdasnya Kemdikbud
baik dari segi ekonomi, manajemen, maupun koordinasi. Maunya membawa sistem
yang berbeda tapi ternyata kocar-kacir.
Menurut
sudut pandang saya pemerintah itu kurang greget dalam mengambil
tindakan, terlalu singkat. Bayangin saja pengambilan tender percetakan kok cuma
di Jawa. Sudah pasti 11 provinsi di bagian tengah (Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur) terjadi keterlambatan distribusi soal UN. Seharusnya daerah
Papua, NusaTenggara, Sumatera, dan sekitarnya juga ada tender agar distribusi
soal lancar. Sehingga UN dapat berjalan serentak seluruh Indonesia. Berbagai
kontra pun mericuhkan seantero masyarakat Indonesia. Terbukti dari
beberapa media yang menghadirkan liputan seputar UN, berikut beberapa
berita yang berhasil saya tangkap dengan mata dan telinga saya :
- Soal UN Tertukar, Siswa Menangis
- UN Ditunda Enam Jam, Siswa SMA di Mataram Menangis
- Demi UN, Siswa Kelas Bahasa “Rela” Nunggu 8 Jam
- Naskah Soal Kurang, Siswa Telat Ujian
Tidak
cukup sampai itu, keingintahuan saya yang besar ternyata mendorong saya untuk
melakukan interview dengan beberapa kakak kelas walhasil apa jawaban mereka?
“UN tahun ini sulit. Soalnya jauh berbeda dengan tahun kemarin”. terus ada lagi
yang bilang “LJUN-nya fotocopy-an.” Berbagai akuan kalau UN tahun ini
menyusahkan terlontar dari mulut mereka.
Astaghfirullah…
Pemerintah itu gimana sih persiapannya kok sama sekali tidak fix. Masalah LJUN
fotocopy-an jelas sangat meresahkan peserta ujian. Selain mereka harus sangat
seteliti mungkin, yang namanya fotocopy-an memang sensitif, dihapus sedikit
bisa hilang. Hal tersebut semakin menambah kekhawatiran peserta ujian, jikalau
LJUN mereka tidak dapat terbaca di scanner.
Ini
bukan lagi perkara yang kecil. Semoga Kemdikbud dapat mengkoreksi pelaksanaan
Ujian Nasional sebagai evaluasi bagi pelaksanaan Ujian Nasional di masa
mendatang dan alangkah lebih baiknya pelaksanaan Ujian Nasional tidak digunakan
lagi sebagai kriteria kelulusan, tapi hanya digunakan sebagai pengukur pemetaan
tingkat pendidikan di sekolah-sekolah.
Congratulations
for all12grades of Indonesian students who have finished their national exams.
Semoga lulus 100% dan nilainya memuaskan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar