2 April 2012

Mentari Hatiku


Orang bilang, pertemuan pertama selalu kebetulan. Tapi bagaimana pertemuan-pertemuan kita selanjutnya? Apakah Tuhan campur tangan didalamnya?
Sebut saja ia Tata, nama yang singkat, mudah diucapkan, dan mudah diingat. Aku masih benar-benar ingat, pertemuan pertamaku dengan Tata adalah ketidaksengajaan. Memang sebelumnya aku sudah mengenalnya, bukan mengenalnya tapi  sekedar mengetahui nama dan sedikit tentangnya saja. Aku tahu dia dari temanku yang kebetulan sangat dekat dengannya. Aku cukup salut dengannya kala temanku bercloteh tentangnya, rasa penasaranku terhadap sosok Tata semakin mendalam.

Mungkin ini takdir, aku dan Tata dipertemukan dalam pertemuan yang benar-benar tidak terencana sebelumnya. Tapi sudah tentu rencana yang Maha Kuasa.“Bagaimana dengan lombamu?“  kalimat pertama yang aku lontarkan kepadanya. “ah lomba apa? Makan krupuk?“ jawabnya seolah mengelak. Kami hanya berbincang-bincang sedikit, anehnya ia sama sekali nggak bertanya siapa namaku. Suatu ketika kita bertemu,dia melontarkan senyum singkat kepadaku. Fikirku dia sudah lupa denganku. Aku sangat senang mendapati dia tersenyum kepadaku, seperti sedang kejatuhan rejeki yang berlimpah. Dalam situs jejaring, aku sengaja mengajaknya chat. Sejak itu dia mulai tahu namaku. Aku ingin kenal lebih dekat dengannya.  Aku coba sms dia, dia membalas smsku. Aku kembali senang. Sempat aku bercerita banyak kepadanya, dan kita semakin akrab seiring berjalannya waktu.
***
Pagi yang cerah, aku bermain voly bersama teman-temanku. Awalnya aku nggak tau kalau ada dia di sekitar lapangan. Ketika aku hendak bermain voly, dia menanyakanku kepada salah satu temanku. Tak lama kemudia dia menemukanku.“Icha..!!“ dia memanggilku. Aku kikuk, sempat salah tingkah di depannya. Mungkin jika aku bercerita hal ini kepada teman-temanku mereka akan mencemoohku dan mengatakan aku lebai. Aku menghampirinya. Tapi aku nggak tau harus ngapain.
“ada apa?“ tanyaku dengan sedikit terbata-bata.
“nggak papa, Cuma ingin ngobrol sama kamu“
“ya, gimana kabarmu?“ aku sengaja basa-basi.
“baik, kamu sendiri?“
“baik juga..“
Dia menanyaiku seputar tentang hidupku. Perlahan dia memutarku ke belakang, ke arah masa laluku. Tapi cukup senang, dia memotivasiku. Aku mendapatkan banyak pelajaran darinya pagi itu.
***
Gerimis mengguyur kotaku hari ini. Tak lama kemudian, hujan turun sangat deras. Dalam derasnya hujan aku bermain hujan-hujanan untuk melepas penat. Aku bersama satu orang temanku hujan-hujanan, aku bertemu dengannya lagi. Dia menghampiriku dan kami pun bermain hujan bersama. Dalam gemericik air hujan, kita larut dalam gelak canda tawa. Sepertinya hujan benar-benar menghapus penatku. Semenjak itu aku mulai jatuh cinta pada sang hujan.
Hujan telah mereda, aku mulai kedinginan. Ku ambil handuk kemudian langsung tancap ke kamar mandi. Selang beberapa hari, aku jatuh sakit. Fikirku dia akan menjengukku. Tapi mungkin aku terlalu berharap. Kemana? Kemana dia? Hanya satu pertanyaan itu yang datang dari hati kecilku.
Waktu berlalu sangat cepat, sepeti putaran roda mobil yang sedang dikendalikan oleh pembalap dan berusaha menyelip pembalap yang ada di depannya. Sebentar lagi aku ulang tahun. Tapi sikapku masih aja kaya anak kecil. Butuh waktu lama untuk pendewasaan diri, dan mungkin ini belum saatnya. Harapanku di ulang tahunku tahun ini, aku bisa menjadi lebih dewasa dan tidak manja lagi.
 Hari spesial, yang kutunggu-tunggu kini tiba. “Happy birthday to you.. happy birthday to you.. happy birthday happy birtday.. happy birthday to you..“ teman-teman memberiku surprise dengan membawa sebuah kue coklat. Tepat jam 12 tepat, enambelas tahun yang lalu aku dilahirkan dari rahim ibuku. Sedih sekaligus bahagia aku rasakan. Sedihnya karena umurku semakin tua dan sisa hidupku semakin berkurang. Tentu bahagia karena moment ini hanya datang sekali dalam setahun.
Aku cari kemana Tata, dia nggak ada. “masa dia lupa sama ulang tahunku?“ tanyaku dalam hati. Tapi kebahagiaan tersendiri bagiku, dia memberiku surprise yang sangat nggak kuduga sebelumnya.
***
Kali ini aku kecewa dengannya. Hatiku benar-benar gelap kala mendapati dia seolah acuh kepadaku. Aku mencoba melontarkan senyum kepadanya, tapi yang kudapati hanyalah dia dengan tampang monoton. Dia sama sekali nggak membalas senyumku tadi. Entah apa yang membuat dia jadi seperti itu. Sikapnya ke aku terkadang tak lebih justru nyakitin aku. Seperti musim pancaroba, kadang panas kadang hujan. Tak tentu. Sama persis dengan dirinya, kadang baik kadang sok acuh. Air mataku menetes dari ujung mataku. Entahlah aku merasa sangat nyaman dekat dengannya, sekali tersakiti olehnya aku merasa jatuh. Dan tidak mudah untuk kembali bangun.
***
Suasana pagi yang masih sejuk untuk dinikmati semua orang ternyata tidak membuatku merasakan keindahannya. Kilauan sinar sang raja pagi yang dipancarkan melalui celah-celah jendela juga tak membuat hatiku tersinari. Semua tak seperti biasa saat aku merasakan keindahan suasana pagi setelah datang berita duka ini. Berita yang sungguh menyedihkan hatiku. Sesorang yang telah menyadarkanku serta motivatorku kini terbaring lemah di rumah sakit. Aku mengetahui berita ini dari temanku. Sungguh, aku sangat terenyuh kala ku mendengar cerita dari salah seorang temannya bahwa dia mengidap penyakit jantung. Dan kali ini penyakit jantungnya kambuh.
Sepanjang perjalananku, pikiranku selalu tertuju padanya.”Semoga cepat sembuh, Tata! Dan aku tunggu pancaran sinarmu kembali yang mampu menuntunku dan mengeluarkanku dari jurang hitam selama ini.” Tanpa sadar ada sembarut cahaya yang sangat menyilaukan mataku. Semua seolah berhenti. Tubuhku juga terasa ringan melayang oleh hempasan angin. Aku terhenyak, Tata mengejutkanku dari belakang. “woyy.. jangan melamun!” cerocos Tata.
“Lho kamu sudah sembuh?” tanyaku.
“kamu lihat ndiri gimana?”
“ya.. semoga sih sudah.”
“aamin.. gimana kabarmu? Lama ya kita nggak ngobrol?”
“hahh.. lama? Emang berapa tahun? Berapa bulan? Berapa hari? Berapa jam? Berapa menit? Berapa detik?  Aku aja nggak ngitung, waah kamu ngitung yaa?”
“haha.. ya nggak juga sih. Kamu ini, udah ah. Sekarang ada yang mau kamu omongin nggak?”
“banyak bangett, tapi aku bingung mau mulai darimana?”
“dari awal hingga akhir!”
Aku canggung, salah tingkah di depannya. Hal ini jelas membuatku lupa dengan segala yang mau aku omongin ke dia. Kalau boleh jujur, sebenarnya aku pengen banget sharing dengannya. Tak lama kemudian, pembicaraan kita mulai garing. Hanya diam lah yang terjadi diantara kita.
***
Sesuatu memaksaku untuk keluar rumah kala angin berhembus dari laut menuju daratan. Dingin menerpaku.  Dengan mengenakan jaket tebal, kulangkahkan kaki keluar rumah. Bagaimana bisa aku kembali bertemu dengannya malam itu. Dia mengajakku ke suatu tempat, yang jelas sangat indah. Dalam lalu lalang banyak orang, kami pandangi langit malam. Sangat indah. Miliyaran bintang berjejer dan hanya ditemani satu galaksi yaitu bulan. Aku berbincang-bincang panjang lebar dengannya. Seperti biasa, aku selalu kikuk di depannya. Suasana hening seketika, dia menanyai cita-citaku dan seputar masa depanku. Energiku bertambah kala dia menyinari hatiku kembali.
Nampaknya kehadiran Tata sangat berharga dalam hidupku. Perlahan dia memutar dan menentukan arah hidupku, menarik lenganku, dan membuatku berdiri tegap. Membisikkan seruan angan, kepercayaan tentang masa depan dan pembelajaran di masa lampau.
“Terima kasih, Tata! Tanpamu aku tak lebih dari seorang yang lalai.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar